Jumat, 25 Maret 2011

Alasan US. GAAP Masih Mengadopsi LIFO dan Argumen IAI

LIFO berdasarkan IFRS sudah tidak diperbolehkan lagi untuk digunakan. IASB, juga menetapkan bahwa penggunaan metode LIFO untuk tujuan pembuatan laporan keuangan tidak diijinkan. Metode LIFO ini sebenarnya digunakan baik untuk external maupun internal perusahaan. Terlepas dari kenyataan ini kita tahu bahwa beberapa negara di United States memperbolehkan metode LIFO digunakan untuk tujuan pembuatan laporan keuangan. Secara umum penggunaan LIFO ini untuk tujuan perpajakan karena dengan menggunakan metode ini maka perusahaan dapat menghemat pajak secara signifikan. Penggunaan metode LIFO ini memang akan menimbulkan net income dan pajak yang relative kecil. Namun pada dasarnya sesuai yang penulis katakana bahwa LIFO sangat cocok untuk keadaan tertentu perusahaan. Larangan penggunaan metode LIFO ini sesuai dengan IASB (International Accounting Standard Board) suatu badan yang mengeluarkan IFRS yang ditaati oleh negara-negara Eropa. Hal yang senada juga terjadi di negara kita dimana PSAK 14 revisi 2009 melarang penggunaan metode LIFO itu sendiri. Hal ini disebabkan karena sejak tahun 2009, PSAK kita mulai sedikit demi sedikit mulai mengadopsi IFRS sampai pada tahun 2012 nanti secara penuh PSAK kita mengadopsi IFRS. Namun, US. GAAP yang merupakan Standart Amerika Serikat tetap memperbolehkan penggunaan LIFO tersebut yang dicerminkan dari perusahaan-perusahaan yang masih menggunakan metode ini. IFRS memang melarang tapi Amerika menganggap sebelah mata mengenai IFRS ini, mereka menganggap US. GAAP mereka lebih maju daripada IFRS itu sendiri, mengadopsi IFRS merupakan suatu kemunduran bagi mereka. Mereka menganggap apa yang ada di IFRS itu adalah mereka 50 tahun yang lalu. Ini alas an pertama U.S GAAP memperbolehkan penggunaan LIFO. Yang kedua mereka menganggap LIFO, FIFO, Average memiliki keunggulan masing-masing sehingga perusahaan bebas memakai yang mana saja sesuai dengan kebutuhan dan keadaan perusahaan saat itu. Mereka percaya lahirnya setiap metode ada kelebihannya masing-masing yang saling melengkapi sebagaimana dicerminkan masih banyaknya perusahaan yang menggunakan metode ini sesuai dengan data yang penulis tampilkan di atas. Melalui teori konsistensi penggunaan dalam metode costflow ini setiap perusahaan bebas memilih dan mengganti metode asalkan dapat melakukan dengan benar.
IAI sendiri mulai tidak lagi mengadopsi metode LIFO ini karena seiring munculnya IFRS. Awalnya PSAK kita memang mengacu pada US. GAAP, sekarang begitu munculnya IFRS, PSAK kita mulai mengacu IFRS. Mulai tahun 2009 Indonesia mulai perlahan-lahan mulai mengadopsi IFRS dan diharapkan tahun 2012 secara penuh mengadopsi IFRS. Adapun alasan IAI untuk tidak mengadopsi LIFO hampir sama dengan alasan penghapusan LIFO oleh IASB yaitu dianggap tidak adil dan tidak sesuai dengan physicalflow pada kenyataannya. Demikianlah perbandingan terhadap 2 negara yang pro dan kontra mengenai metode LIFO ini.
Selain itu ada beberapa alasan pelarangan LIFO dalam oleh IAI di Indonesia, yaitu :
a.      a.       Menurut informasi dan data yang penulis dapat di Indonesia menurut data tahun 2007 dari buku terbitan Ersa Tri Wahyuni dimana perusahaan-perusahaan di Indonesia ternyata sedikit yang menggunakan metode LIFO. Hal ini diperkuat oleh penulis yang mencoba mencari data riil mengenai hal tersebut dan ternyata memang sulit mendapatkan perusahaan yang menggunakan metode ini di Indonesia karenajumlahnya yang sedikit.
b.      Alasan selanjutnya adalah di Indonesia peraturan perpajakan di Indonesia tidak memperbolehkan penggunaan LIFO tersebut. Analis pajak mengungkapan alasan tersebut dimana seharusnya LIFO dihapuskan. Beberapa alasan yang mendukung ini adalah :
1.      Penggunaan LIFO ini lebih banyak untuk menghindari kewajiban perpajakan ketika inflasi daripada tujuan ekonomi.
2.      Lifo tidak digunakan untuk non-tax business purposes. Seperti capital budgeting yang menghasilkan arus cashflow yang lebih besar karena income tax yang lebih kecil, net income akan lebih kecil, asset akan terlalu rendah(tidak mencerminkan current value) dan working capital serta current ratio akan rendah. Rata-rata perusahaan yang menggunakan LIFO akan mencantumkan footnote berupa selisih dengan penghitungan FIFO atas persediaan (LIFO reserve). Ini menjadi kritik karena para analis berpikir bahwa sebenarnya mengetahui bahwa metode FIFO akan menghasilkan catatan yang lebih baik untuk kepentingan bisnis daripada LIFO.
3.      LIFO sebagai suatu pertahanan atas inflasi yang terjadi dinilai kurang releva, karena hanya digunakan untuk sebagian asset (inventory saja) dan bukan untuk penilaian seluruh asset yang ada dari perusahaan.
4.      Manajemen inventori fisik dari LIFO dinilai buruk, karena pada dasarnya perusahaan berusaha mencegah adanya LIFO liquidation dari LIFO layer yang akan menyebabkan kenaikan kewajiban pajak secara tepat (tiba-tiba). Ini berarti manajemen pengendalian atas pendapatan yang didapat dari LIFO method inventory juga lebih rumit daripada metode yang lain.
5.      LIFO Reserve yangh disajikan dalam laporan keuangan sering kali dinilai lebih reendah dari yang sebenarnya terjadi. Ada indikasi kecurangan yang dinilai oleh para nalais pajak ini. Hal ini menyebabkan LIFO semakin dinilai hanya mengejar keuntungan tax-saving. Oleh karena itu, para analis pajak tersebut berpendapat bahwa LIFO sebaiknya dihapuskan.

1 komentar: